Friday, 28 January 2011

Eksotisme Kawah Putih

Setelah tiga kali menginjakkan kaki di bumi parahyangan, akhirnya baru minggu kemarin saya bisa merasakan sendiri kesegaran alam Ciwidey yang terletak di Kabupaten Bandung bagian selatan. Terdapat beberapa tempat wisata yang bisa dikunjungi disini, seperti Kawah Putih, Situ Patenggang, pemandian air panas Cimanggu, penangkaran rusa Ranca Upas serta deretan kebun strawberry dan kebun teh di sepanjang jalan.

Namun, tujuan utama perjalanan saya kali ini adalah Kawah Putih. Perjalanan saya mulai dari depan Masjid Salman ITB. Ada teman yang menjemput dari Banjaran, lumayanlah dapat angkutan gratis. Setelah sarapan, kami pun meluncur ke target tujuan pada jam 9.30 WIB. Perjalanan diperkirakan memakan waktu 2 - 2,5 jam.

Bandung adalah surga dan juga magnet bagi setiap orang. Bandung merupakan surga bagi para penikmat kuliner dan pencinta fashion. Di sepanjang jalanan akan sangat mudah sekali ditemui tempat-tempat kuliner dan juga FO -factory Outlet- yang akan memanjakan para pengunjungnya.

Kondisi yang kontradiktif justru dirasakan oleh warga asli Bandung. Mereka justru merasa "terjajah" oleh para pendatang. Jalanan penuh dan macet dimana-mana, terutama pada akhir pekan dan hari-hari libur. Jalanan di Bandung akan dipenuhi oleh mobil-mobil dengan plat nomor luar kota. Hari libur yang seharusnya bisa dinikmati penduduk asli dengan jalan-jalan, serasa direbut dan harus bersaing atau bakan bermacet-macet ria di jalanan.

Sekitar pukul 12 siang, kami sampai juga di lokasi. Ketika akan memasuki gerbang retribusi, ada pilihan untuk menggunakan kendaraan dari Perhutani yang telah disediakan atau tetap menggunakan kendaraan yang dipakai. Apabila memilih naik kendaraan dari Perhutani, per orang dikenakan tarif 26 ribu ditambah tiket masuk lokasi sebesar 16 ribu. Tapi, bila memilih tetap naik kendaraan pribadi, maka satu mobil dikenakan tarif masuk sebesar 150 ribu.


angkutan umum dari Perhutani

Dari pos retribusi ke lokasi kawah putih sendiri tertulis berjarak 5,6 km. Petugas mengingatkan bahwa jalanan akan penuh dengan tanjakan dan tikungan, sehingga disarankan untuk memakai gigi satu serta tetap berhati-hati. Beberapa menit kemudian, kami pun sampai di lokasi parkir kawah putih. Sudah ramai pengunjung.

Begitu turun dari mobil hembusan angin dingin menyambut kami. Selang beberapa saat kemudian, air dari langit ikut turun menyegarkan. Setelah menunggu beberapa menit dan hujan reda, kami pun bisa bergerak menuju lokasi kawah.


narsis di pintu gerbang

Cukup berjalan sekitar 200 - 300 meter kita sudah sampai di sebuah kawah yang menyerupai danau berkabut yang sangat indah. Air kawah itu berwarna hijau muda yang sangat lembut. Tak tercium bau belerang yang menyengat seperti yang saya duga sebelumnya. Latar belakangnya adalah tebing yang tinggi menjulang dengan guratan-guratan eksotisnya. Terdapat sebuah gazebo yang bisa digunakan untuk istirahat ataupun berteduh saat hujan turun.


suasana kawah putih kala itu

Sunday, 9 January 2011

Ziarah Tiga Wali

Kesempatan berkunjung ke Jawa Tengah pada pertengahan november kemarin tidak saya sia-siakan. Harapan yang selama ini belum tercapai harus dilaksanakan. Berziarah. Diantara wali songo yang sembilan, tiga wali dimakamkan di Jawa Tengah.

Wali songo yang berjumlah sembilan orang memiliki daerah dakwah masing-masing dan tersebar di pulau jawa. Hingga kini makam mereka tetap ramai diziarahi oleh para peziarah dari berbagai daerah. Lima orang wali dimakamkan di Jawa Timur, tiga di Jawa Tengah dan satu di Jawa Tengah.

Perjalanan ziarah saya mulai dari Gunung Muria. Disini terdapat makam Sunan Muria. Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dan adik dari Sunan Giri. Dengan mengendarai motor dibawah guyuran hujan dan juga sempat salah jalan akhirnya saya sampai juga di Gunung Muria. Untuk sampai di lokasi makam, saya harus menaiki anak tangga yang panjangnya sekitar 1,5 km. Dengan nafas terengah-engah dan sempat istirahat sekali akhirnya saya sampai juga di kompleks makam Sunan Muria. Terdapat banyak pedagang di kiri-kanan sepanjang anak tangga, baik pedagang makanan, pakaian, pernak-pernik dan yang pasti semuanya khas muria. Disana terdapat masjid yang cukup artistik, dari halaman masjid ini bisa dinikmati pemandangan yang sangat indah di bawah sana.


Suasana di dalam masjid dan pemandangan dilihat dari halaman masjid


Para pedagang di kawasan makam Sunan Muria


Perjalanan saya lanjutkan ke makam Sunan Kudus. Letak makam beliau berada di pusat kota Kudus yang terkenal dengan jenang kudusnya. Nama asli beliau adalah Ja'far Shodiq, dan masih keponakan dari Sunan Bonang. Gaya dakwah beliau cukup toleran dengan budaya lokal dan tak segan mengadop peninggalan Hindu untuk menarik perhatian masyarakat. Untuk menghormati masyarakat yang beragama hindu, qurban yang biasanya sapi diganti dengan kerbau, sehingga kita akan kesulitan mencari makanan berbahan daging sapi di kudus. Masjid Aqsho yang berada di kompleks makam beliau pun tak lepas dari ornamen budaya hindu, seperti menara masjid yang sangat terkenal. Saya juga sempat terkejut ketika di dalam masjid pun terdapat bangunan seperti gapura dengan relief khas bangunan Hindu.


Masjid Aqsho menara kudus

Perjalanan saya lanjutkan keesokan harinya. Sebagai tujuan terakhir saya adalah makam Sunan Kalijaga yang berada di Kadilangu Demak. Nama asli beliau adalah Raden Syahid putera adipati Tuban Aria Wilwatikta. Kisah beliau yang terkenal adalah pertapaannya di tepi sungai atas perintah Sunan Bonang untuk menjaga tongkat yang ditancapkannya, bahkan sampai tubuhnya dipenuhi oleh akar dan rerumputan. Atas peristiwa ini, akhirnya beliau terkenal dengan nama Sunan Kalijaga. Setelah memasuki gapura depan, saya disambut dengan pedagang suvenir di kiri-kanan jalan sepanjang kurang lebih 200 meter menuju kompleks makam. Baru setelah memasuki gapura kedua, saya memasuki kompleks makam Sunan Kalijaga.


Suasana di kompleks makam Sunan Kalijaga

Jalan-jalan kurang lengkap tanpa mencicipi kuliner di daerah yang dikunjungi. Begitu pula ketika di Kudus. Saya menyempatkan diri untuk menikmati kuliner khas yang hanya akan saya temui disini. Untuk sarapan, saya mencoba "Lentog". Lentog ini berupa irisan lontong dengan kuah sayur nangka yang sudah sangat lembek dan tahu. Kalau di jakarta mirip lontong sayur, tapi dengan cita rasa yang berbeda pastinya. Satu lagi yang tak boleh dilewatkan, "soto kudus". Memang, hampir tiap daerah memiliki soto khasnya, seperti lamongan, betawi, madura dll. Satu yang khas dari soto kudus adalah penggunaan daging kerbau. Teman saya iseng bertanya, ada daging sapi? penjualnya tersenyum dan menjawab hanya daging ayam dan kerbau saja pilihannya.


Khas dari Kudus