Thursday, 14 April 2011

Ekspedisi Ranah Minang (4)

Kalau di Inggris ada Big Ben, maka di Bukittinggi ada Jam Gadang. Jam Gadang berada di sebuah area semacam alun-alun yang tidak terlalu luas di tengah kota. Namun, Jam Gadang berhasil menjadi magnet bagi setiap orang yang berkunjung ke sana.

Ada satu hal yang menarik dari Jam gadang ini, yaitu penulisan angka empat yang tidak mengikuti kaidah penulisan angka romawi yaitu "IV". Disini angka itu ditulis dengan "IIII". Selain penulisan angka tersebut, hal lain yang cukup menarik adalah atap tugu ini. Konon katanya atap Jam gadang ini telah berganti beberapa kali, sampai akhirnya model atap rumah adat minangkabau inilah yang dipertahankan sampai saat saya datang kemarin.


Suasana Jam Gadang

Berdasarkan keterangan yang ada di sisi tugu Jam Gadang ini, tertulis sebagai berikut.
Jam Gadang
Terletak di jantung kota Bukittinggi dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid dan
Sutan Gigi Ameh. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota) Rook Maker. Peletakan batu pertama jam gadang ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun.
Diameter jam 80 centimeter
Denah dasar 13 x 4 meter
Tinggi 26 meter
Biaya 3000 gulden
Atapnya mengalami penyesuaian dari waktu kee waktu.
Pada masa Belanda berbentuk bulat dan diatasnya berdiri patung ayam jantan
Pada masa Jepang berbentuk klenteng
Masa Indonesia merdeka berbentuk rumah adat Minangkabau

Berkunjung ke suatu tempat, kurang afdhol rasanya bila tidak mencoba makanan ataupun minuman khasnya. Ranah minang cukup terkenal akan minuman "air kawah daun". Minuman ini berbahan dasar daun kopi yang disangrai (goreng kering tanpa minyak). Konon ceritanya asal mula minuman ini karena pada masa penjajahan, setiap hasil panen biji kopi yang dihasilkan dibawa oleh para penjajah ke negeri mereka. Karena saking inginnya minum kopi, maka para penduduk pribumi mencoba mengolah daun kopi yang ada.

Kopinya orang Ranah Minang

Dituangkan dalam cangkir dari batok kelapa, saya mulai menyeruput minuman ini. Rasanya seperti minum arang dan sangat encer. Sambil ditemani kue bika hangat, saya coba menemukan kelezatan minuman yang katanya bisa memperlancar peredaran darah ini.

Istano Basa Pagaruyung

Pada hari kelima saya gunakan untuk pergi ke Batusangkar Kabupaten Tanah Datar. Disini terdapat sebuah istana yang terkenal dengan sebutan Istano Basa Pagaruyung. Istano Basa yang berdiri sekarang sebenarnya adalah replika dari yang asli. Istano Basa asli terletak di atas Bukit Batu Patah itu dan terbakar habis pada sebuah kerusuhan berdarah pada tahun 1804.

Pada 27 Februari 2007, Istano Basa kembali mengalami kebakaran hebat. Akibatnya, bangunan tiga tingkat ini rata dengan tanah. Ikut terbakar juga sebagian dokumen, serta kain-kain hiasan. Diperkirakan hanya sekitar 15 persen barang-barang berharga ini yang selamat. Barang-barang yang lolos dari kebakaran ini sekarang disimpan di Balai Benda Purbakala Kabupaten Tanah Datar. Pada waktu saya kesana, proses perbaikan belum selesai, ini terlihat dari ditutupnya sekeliling bangunan istana dengan seng.


Istano Basa Pagaruyung

Beberapa kilometer dari istana ini, terdapat komplek prasasti adityawarman. Searatus meter dari komplek prasasti tersebut terdapat komplek makam Rajo Alam. Di sinilah raja-raja Pagaruyung dimakamkan. Saya pun menyempatkan diri untuk berziarah sebentar di sini. Kemudian saya lanjutkan menuju komplek Prasasti Adityawarman.


Kompleks Makam


Kompleks Prasasti Adityawarman

Menyusuri jalanan di Batusangkar, dimana kiri kanannya berupa sawah-sawah yang mulai menguning, disisipi oleh pohon nyiur yang melambai-lambai tertiup angin, benar-benar menyegarkan mata. Tak henti-hentinya hati menyanjung kebesaran-Nya. Tiba-tiba mata saya tertuju pada sebuah plang nama, disitu tertulis makam Syekh Abdul Rahman Al-Khalidi.


Makam dan Surau Subarang Kumango

Syekh Abdul Rahman Al Khalidi adalah seorang ulama yang menyebarkan tarekat Samaniyyah dan Naksyabandiyah di seluruh Ranah Minang. Konon, sebelumnya Syekh Abdul Rahman Al Khalidi pernah menjadi seorang parewa (preman) yang malang-melintang selama 15 tahun.

Suatu saat ia bertemu dengan Syekh Abdurrahman, kemudian menekuni ajaran agama Islam, dan menjadi seorang ulama. Berdasarkan pengalamannya sebagai seorang preman yang sering berkelahi, Syekh Abdul Rahman Al Khalidi menguasai “seni berkelahi” yang kemudian dikombinasikan dengan ajaran-ajaran agama Islam. Pengkombinasian itu akhirnya membuahkan seni bela diri yang bernama Silat Kumango, sehingga sang pendiri sering disebut dengan “Syekh Kumango”. (sumber disini)

4 comments:

  1. blognya rapih, jadi bacanya pun asyik. Blog ku acak-acak sekali :((

    ReplyDelete
  2. makasih, yang penting ayo menulis...

    ReplyDelete
  3. sebenarnya ada istana yang asli tertutup gaib sangat megah sekali, pagaruyung yang aslinya, suatu saat istana itu akan dibuka, walaupun skrg byk yg mengincarnya tp blm ada yang mampu membuka hanya satu orang yg bisa membukanya yaitu keturunan asli pertama pagaruyung......
    yang telah betahta mahkota pagaruyung sejak beliau dilahirkan......

    ReplyDelete
  4. dimana tempat istana aslinya? jauhkah dari istana pagaruyung yg sekarang?

    ReplyDelete

Assalamualaikum....