Begitu memasuki kawasan Kota, mata kami langsung disajikan deretan bangunan tinggi besar dengan arsitektur eropa. Seperti masuk kembali ke jaman penjajahan Belanda (kayak di film-film). Beberapa bangunan tampak megah dan terawat, tapi sebagian lagi seperti dibiarkan begitu saja. Bahkan ada bangunan yang atapnya sudah hampir roboh dengan dinding yang kusam dan dihiasi tanaman merambat. Apakah ini supaya muncul kesan kuno atau ada alasan lain? Saya kurang mengerti.
Motor kami parkir, dan mata mulai menyapu ke sekeliling. Ramai sekali. Tua muda, besar kecil, terlihat juga beberapa orang asing berbaur menikmati bukti sejarah peninggalan penjajah bangsa ini. Ada yang memang bersantai, tapi banyak juga yang berusaha mencari nafkah. Mulai penjual berbagai jenis makanan dan minuman, jasa ojek sepeda onthel, dan mungkin yang paling mencolok adalah permainan "sejenis" kuda lumping yang cukup menyita banyak perhatian pengunjung.
Bangunan pertama yang kami masuki adalah Museum Sejarah Fatahillah. Dengan tiket masuk yang sangat murah (bahkan lebih murah dari sebungkus nasi), kita bisa menikmati beberapa koleksi peninggalan sejarah khususnya terkait dengan Jakarta. Ada prasasti, senjata, lukisan, perabot rumah jaman dulu, dan masih banyak lagi lainnya. Dari lantai dua gedung ini, kita bisa melihat ke arah halaman (alun-alun) yang cukup luas. Dari sini kita juga bisa melihat Gedung Kantor Pos yang letaknya berseberangan.
Setelah dari Museum Sejarah Fatahillah, kami menuju ke Museum Wayang. Letaknya bersebelahan. Di sini disimpan berbagai jenis wayang dari seluruh pelosok nusantara. Terdapat juga koleksi seperangkat alat gamelan yang kondisinya berdebu. Sayang sebenarnya. Ada larangan memotret dalam kedua museum tersebut, saya kurang faham kenapa, tapi masih banyak juga pengunjung yang jeprat-jepret (termasuk saya akhirnya...).
No comments:
Post a Comment
Assalamualaikum....