Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya. Ini adalah perkataan yang pernah terucap dari salah seorang proklamator kita Presiden Soekarno. Bersama Bung Hatta, beliau telah memproklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dengan mempelajari sejarah, akan banyak nilai-nilai yang bisa dipelajari.
Menyebut nama Bukittinggi takkan bisa dilepaskan dari salah satu proklamator kita Bung Hatta. Beliau dilahirkan di sini pada tanggal 12 Agustus 1902. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya.
Istana Bung Hatta
Untuk mengenang beliau, dibangunlah Istana Bung Hatta tepat di depan jam Gadang. Di sisi lainnya dibangun taman monumen Bung Hatta. Di sana dibangun sebuah patung Bung Hatta. Pun tak jauh dari jantung kota Bukittinggi ini, terdapat saksi bisu lahirnya sang proklamator. Berada di Jalan Sukarno Hatta nomor 37, Hatta kecil menghirup udara untuk pertama kalinya.Bangunan berlantai dua ini dipenuhi oleh foto-foto Bung Hatta. Perabot yang ada juga masih asli, sehingga para pengunjung dilarang untuk duduk di kursi atau ranjang yang ada. Di belakang bangunan utama, terdapat lumbung padi, dapur, kandang kuda dan juga tempat andong/dokar. Ada juga sepeda angin Bung Hatta yang tersimpan rapi di sana.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Ini adalah hari terakhir saya di Bukittinggi. Setelah sholat Dhuhur, saya pun meluncur ke Padang. Perjalanan sekitar 2,5 jam dengan "travel gelap", tarifnya 18 ribu saja. Di Padang saya sudah janjian dengan teman di depan Plaza Andalas (baca plaza andaleh). Tak jauh dari sini, terdapat Pantai Angsa. Sambil menunggu teman tadi, saya pun menikmati syahdunya matahari terbenam di Pantai Angsa ditemani semangkuk mie ayam dan segelas es kelapa muda beriringkan deburan ombak.
Pantai Angsa
Akhirnya teman saya datang juga. Setelah sholat maghrib dan makan malam, kami pun meluncur ke jembatan Siti Nurbaya. Masih ingat dengan Siti Nurbaya kan? Sebuah cerita rakyat dari sumatera barat tentang kasih tak sampai antara Samsul Bahri dan Siti Nurbaya yang terhalang oleh kecongkakan Datuk Maringgih. Pada akhir 80-an cerita ini sempat difilmkan dan saya sangat menyukainya, mungkin anda juga kan?
Di sini adalah spot nongkrong muda-mudi dari sore sampai malam hari. Di bawahnya mengalir muara sungai Batang Arau yang di kiri kanannya tertambat kapal-kapal bagi yang mau ke pulau-pulau di sisi barat padang, seperti ke pulau mentawai. Sambil ngobrol dan menikmati kerlap-kerlip lampu kapal yang terpantulkan oleh air sungai, kita bisa menikmati hangat dan manisnya jagung bakar ataupun pisang bakar. Bahkan sekarang muncul statemen bahwa belum ke Padang kalau belum mampir di Jembatan Siti Nurbaya yang menghubungkan kota tua Padang dengan taman Siti Nurbaya di Bukit Gunung Padang.
Jembatan Siti Nurbaya
Puas menikmati indahnya jembatan Siti Nurbaya, kami menuju spot berikutnya. Monumen Korban Gempa. Monumen ini untuk mengenang kejadian bencana yang sangat mengerikan yang menimpa kota Padang pada tahun 2009 yang lalu, yaitu gempa. Terdapat beberapa tugu setinggi 3 meteran, yang memuat nama-nama korban bencana dan ada juga pesan yang disampaikan oleh Presiden SBY. Jarum jam sudah menunjukkan jam 23.40 WIB, kami pun segera pulang untuk beristirahat.
Monumen Korban Gempa Padang
Tak jauh dari tempat tinggal teman, ternyata ada kampus Universitas Andalas. Tempatnya di atas bukit, suasananya sangat asri, dengan pemandangan lereng-lereng bukit yang hijau menyegarkan mata. Saya pun menyempatkan diri untuk masuk ke kompleks kampus pagi itu. Sambil mengenang masa-masa ketika menjadi mahasiswa di kampus biru di kota singa dulu.
Universitas Andalas
Sebagai penutup acara jalan-jalan kali ini, sebelum harus balik ke jakarta pada sore harinya, saya pergi ke Pantai Air Manis (baca aie manih). Untuk mencapainya harus melewati sebuah bukit, tapi tidak perlu takut karena dari sini kita pun disuguhkan pemndangan yang sangat indah yaitu Kota Padang dan juga Pulau Pisang, yaitu sebuah pulau yang banyak ditumbuhi pohon pisang. Di Pantai Air Manis inilah terdapat "bukti" kedurhakaan seorang anak terhadap sang ibu. Ya... itulah Malin Kundang. Dia tampak bersujud di atas bahtera kapalnya yang terdampar di tepi pantai ini.
Pantai Air Manis
Pernah dengar lagu Teluk Bayur kan? Ternyata memang ada dan itu di sini di Padang. Terdapat Pelabuhan Teluk Bayur milik Pelindo. Beberapa meter dari pelabuhan Teluk Bayur ada satu spot yang sangat menarik. Di sini kita bisa bermain dengan kera yang jumlahnya sangat banyak. Dan akhirnya perjalanan saya di Ranah Minang harus berakhir sampai disini. Iringan lagu Teluk Bayur oleh Ernie Johan mengiringi kepulangan saya ke Jakarta.
Penjaga Teluk Bayur
lambaian tanganmu kurasakan pilu didada
kasih sayangku bertambah padamu
air mata berlinang...
tak terasakan olehku
nantikanlah aku di teluk bayur...
kasih sayangku bertambah padamu
air mata berlinang...
tak terasakan olehku
nantikanlah aku di teluk bayur...